Kamis, 29 Mei 2008

PETANI DAN AWAN

Pada zaman dulu ada seseorang yang sedang berjalan dipadang tandus. Tiba – tiba ia mendengar suara dari dalam awan , “Siramlah kebun si fulan.” Lalu awan itu menuju ke arah suatu tempat yang dipenuhi batu – batu hitam. Orang itu pun berjalan mengikuti arah berjalannya awan. Lalu awan berhenti dan menuangkan airnya ke tempat itu. Selain banyak batunya disana terdapat juga sebuah parit yang penuh dengan air mengalir.Maka tampaklah seorang laki-laki berada ditengah – tengah kebunnya. Ia sedang membagi – bagi air dengan sekop.

Kemudian orang yang berjalan mengikuti awan itu bertanya, “Wahai hamba Allah! Siapakah namamu?” “Fulan!” jawab laki-laki itu. Ternyata nama itu sama dengan nama yang didengarnya dari awan tadi. Maka fulan balik bertanya, “Mengapa engkau menanyakan namaku?” Ia menjawab, “Sesungguhnya aku mendegar suara dari dalam awan yang mencurahkan air ini, “Siramilah kebun si Fulan” dan nama itu persis namamu. Apa yang telah kamu perbuat?” fulan menjawab, “Karena engkau bertanya seperti itu, ketahuilah sesungguhnya aku selalu memperhatikan apa yan dihasilkan oleh kebun ini. Sepertiga dari hasil kebun ini aku shodaqohkan, sepertiga aku makan bersama keluargaku dan sepertiga lagi aku siapkan untuk bibit.”
(Hadist Riwayat muslim : 2984)

Sumber : Kisah-p\kisah pilihan dari anak muslim

Tangis Nabi SAW untuk mush’ab bin umair

Nabi SAW mencintai para sahabatnya, menyayangi dan mengasihi mereka.Ketika beliau melihat kondisi mush’ab dan kemiskinan yang menimpanya dibanding ketika ia belum masuk islam dan hidup dalam deadaan yang berkecukupan. Melihat itu, nabi menangisinya.

Ali r.a menceritakan peristiwa ini. Ia menuturkan, “Suatu hari kami duduk – duduk bersama Rosulullah SAW di Masjid. Tiba – tiba muncul Mush’ab bin Umair.Tidak ada yang beliau pakai kecuali selimut hitam yang penuh tambalan. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menangis. Ia membandingkan ketika Mush’ab berkecukupan dahulu dengan kondisinya sekarang. Lalu Rosulullah SAW bersabda,

“Bagaimana jika diantara kalian pada pagi hari sudah tersedia pakaian, juga diwaktu petang lalu diletakkan dihadapannya hidangan lezat. Setelah itu, hidangan itu diangkat kembali. Lalu kalian tutupi rumah kalian seperti ka’bah yang ditutupi kain?”

Para sahabat menjawab,

“Wahai Rosulullah SAW. Pada saat itu, kami lebih baik dari sekarang sebab bisa beribadah dengan tenang dan tidak sibuk mencari kebutuhan hidup”.

Rosulullah bersabda,

“Tidak! kalian saat ini lebih baik daripada saat itu.”

(H.R At-Tirmidzi No 2478)

Sumber:
(Air Mata orang – orang shalih hal 63)

Kisah- 3 (Balasan Kejujuran dan Amanah)

Dari Abu Hurairoh r.a dari Rosulullah SAW bersabda bahwasannya beliau menyebutkan seorang laki – laki dari Bani Israil yang meminta orang Bani Israil lainnya agar memberinya hutang sebesar 1000 dinar. Lalu orang yang mengutanginya berkata, ”Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan (hutangmu ini!)”. Ia menjawab, ”Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!”. Orang itu berkata,”Datangkanlah seseorang yang menjamin(mu).”.Orang itu menjawab, ”Cukuplah Allah yang menjaminku!”. Orang yang akan menghutanginya pun lalu berkata, ”Egkau benar!” Maka uang itu diberikan padanya (untuk dibayar) pada waktu yang telah ditentukan. Orang yang berhutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluan.

Waktu yang telah ditentukan itu pun tiba orang yang berhutang pergi untuk mencari kapal yang bisa mengantarnya karena hutangnya telah jatuh tempo, tetapi ia tidak mendapatkan kapal tersebut. Maka ia pun mengambil kayu yang kemudian ia lubangi, dan ia masukkan uang 1000 dinar didalamnya berikut surat kepada pemiliknya, lalu ia meratakan dan memperbaiki letaknya.

Selanjutnya Ia pergi ke laut seraya berkata, “Ya Allah, Sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam uang kepada si fulan sebesar 1000 dinar. Ia memintaku seorang penjamin, maka aku katakan, “ Cukuplah Allah sebagai penjamin, dan ia pun rela dengannya. Ia juga meminta kepadaku seorang saksi, maka aku katakan, “Cukuplah Allah sebagai saksi, dan ia pun rela dengannya.Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal untuk mengirimkan kepadanya uang yang telah diberikannya padaku, tetapi aku tidak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan Ia kepada-Mu.Lalu Ia melemparkannya ke laut sehingga terapung – apung, lalu ia pulang.

Adapun orang yang memberi hutang itu, maka ia mencari kapal yang datang ke negerinya. Maka ia pun keluar rumah untuk melihat – lihat barangkali ada kapal yang membawa titipan uangnya. Namun yang ia dapati hanyalah kayu yang dibawanya pulang sebagai kayu bakar untuk isterinya, namun ketika ia membelah kayu tersebut ia mendapatkan uang berikut sepucuk surat. Setelah itu datanglah orang yang berhutang kepadanya. Ia membawa 1000 dunar seraya berkata, “Demi Allah, aku terus berusaha untuk mendapatkan kapal agar bisa sampai padamu dengan uangmu, tapi aku tidak bisa mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang!”. Orang yang mengutanginya berkata, “Bukankah engkau telah mengirimi uang itu dengan sesuatu ?!” Ia menjawab, “Bukankah aku telah memberitahumu aku tidak mendapatkan kapal sebelum yang aku tumpangi sekarang!” Orang yang mengutanginya mengabarkan, “Sesungguhnya Allah telah menunaikan apa yang engkau kirimkan padaku melalui kayu.Karena itu bawalah kembali uang 1000 dinarmu dengan beruntung!.”
(H.R Bukhari,4/469, kitabul kafalah, dan Ahmad)

Kisah-2 (Air mata Abu Darda R.a)

Abu Darda ra selalu berkata pada orang – orang di sekitarnya,”maukah kalian aku beritahukan tentang amal kalian yang paling baik, yang paling suci bagi Rabbmu, meninggalkan derajat kalian, dan lebih baik daripada dirham ataupun dinar?”
Mereka berebut bertanya, “Apakah itu, wahai Abu Darda?”
Ia menjawab, “Ingatlah Allah! Sungguh mengingat Allah adalah suatu kebesaran.”

Sejak Ia memeluk Islam dan iman tertanam kuat dalam hainya, ia selalu berada didekat Rosulullah SAW. Ia belajar dan berjuang bersama beliau sehingga pertolongan Allah menganugerahkan kemenangan. Ia bersimpuh dalam mihrab-mihrab hikmah (pensucian hati) dan berikrar bahwa hidupnya adalah untuk penyebaran hakikat dan keyakinan.

Ia teguh dalam keimananya. Nilai keimanannya meresap dalam berkeinginan, berpetunjuk dan kebesaran hati.Akhirnya ia mencapai tingkat kebenaran yang pasti.tingkatan orang – orang shalih. Ia pun bermunajat dengan menghadap Rabbnya seraya membaca ayat-Nya :

“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, matiku dan hidupku hanyalah untuk Allah Sang pemelihara semesta alam ini” (Al-An’am:162)

Abu Darda menceritakan tentang dirinya,“Aku masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Saat itu aku seorang pedagang, Aku ingin menyatukan antara ibadah dan perdagangan, namun aku tidak bisa menyatukannya.Maka aku tingalkan perdagangan menuju peribadatan. Yang menggembirakanku saat ini aku melakukan jual – beli dan menerima keuntungan tiap harinya sebanyak 300 dinar.Kalaupun tempat jual beliku berada di depan masjid sungguh aku tidak mengatakan pada kalian, “Sesungguhnya Allah mengharamkan jual – beli, ”Tapi aku lebih suka berada bersama orang – orang yang tidak terlalaikan oleh perdagangan juga tidak oleh jual beli dalam mengingat Allah.”




Ketika Qabrus (daerah kekuasaan Romawi) dikuasai oleh tentara Muslim maka harta rampasan perangpun dibawa ke Madinah, Orang – orang pun melihat Abu Darda menangis. Mereka mendekatinya dengan perasaan tercengang. Jubair bin Nafir sebagai juru bicara bertanya, “wahai Abu Darda’! Apa yang membuat anda menangis pada hari dimana Allah memuliakan islam dan penganutnya?!”

Abu Darda menjawab, Celakalah anda wahai jubair alangkah hinanya makhluk ini dihadapan Allah jika mereka meninggalkan perintah-Nya, padahal ia adalah ummat yang besar yang memiliki kerajaan. Mereka meninggalkan perintah Allah, maka jadilah seperti yang anda lihat.’

Dari peristiwa ini ia menjelaskan sebab – sebab keruntuhan negeri – negeri yang dikuasai oleh tentara islam. Dia sangat menghawatirkan hal itu dialami juga oleh kaum muslimin.

Para sahabat menjenguknya ketika ia sedang sakit. Mereka melihatnya berbaring diatas tikar yang terbuat dari kulit. Mereka berkata padanya, “kalau anda mau, kami berikan padamu tikar yang lebih baik dan nyaman.”ia menjawab,”Sesungguhnya beradaannya kita ada disana.Disitu kita dikumpulkan, padanya kita kembali, kita pergi menuju padanya, kita pindah kesana dan kita berbuat untuknya.”

Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan ra, Muawiyah ra menjabat sebagai gubernur Syam. Sesuai perintah khalifah, Abu Darda ditunjuk sebagai seorang hakim.Ketika itu Syam adalah kota yang berkembang pesat dengan segala keindahan dan kenikmatan.Abu Darda bertindak sebagai pengawas terhadap semua orang – orang yang dikelilingi gemerlap kehidupan dunia.Keberadaannya membuat penduduk kota Syam merasa tidak bebas karena nasihat – nasihatnya terhadap segala harta dan gaya hidup mereka.Suatu ketika Abu Darda’mengumpulkan mereka dan berdiri berkhutbah, “Wahai penduduk kota Syam! Kalian adalah saudara seagama dan tetangga dimana kami tinggal. Kalian adalah penolong kami dari bahaya musuh, tapi aku melihat kalian seolah tidak merasa malu. Kalian tumpuk sesuatu yang tidak kalian makan. Kalian bangun sesuatu yang tidak kalian huni. Kalian mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin kalian capai. Sesungguhnya bangsa – bangsa di masa sebelum kalian, biasa menumpuk – numpuk harta. Ketika diperingatkan, mereka malah berangan – angan sehingga membuat mereka seolah akan hidup lama. Mereka membangun bangunan hingga meereka merasa aman, tetapi apa yang mereka kumpulkan ternyata hanya kehancuran . Angan – angan mereka adalah kelalaian. Rumah- rumah mereka hanyalah kuburan. Mereka itulah kaum ‘Ad. Mereka penuhi seluruh penjuru wilayah antara Adden dan Amman dengan harta benda melimpah dan anak – anak . “Dengan nada menyindir ia berkata, “lalu siapakah yang mau membeli peninggalan kaum ‘Ad hanya dengan dua dirham saja?!.”

Abu Darda’ ra selalu memuliakan dan menghormati ulama dengan penghormatan yang tinggi. Ia berdoa pada Rabbnya dan berkata, “Ya Allah ! Aku berlindung padamu dari hati para ulama yang melaknatiku.”

Seorang bertanya, “Bagaimana hati mereka melaknatimu.” Ia menjawab, “Yaitu ketika kalian membenciku.”

Demikianlah Abu Darda’ r.a.Seorang Zahid yang meninggalkan kesenangan dunia menuju kesenangan akhirat. Seorang ahli ibadah dan pemohon taubat.Bila orang memujinya dengan ketakwaannya dan meminta darinya do’a maka ia menjawab dengan penuh rendah hati. “Aku tidak mampu berenang dengan baik maka aku takut tenggelam.”

Dengan semua keutamaannya, ia tidak mampu berenang dengan baik?!, menakjubkan ia adalah hasil didikan Rasulullah SAW, murid Al-Qur’an, putra Islam yang pertama, bersahabat dengan Abu bakar Asshidiq, Al – Faruq Umar bin Al-Khathab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radiallahuanhuma.
------------------------------*****---------------------******---------------------

Kisah -1 Air Mata Abu Bakar As shidiq R.A

Zaid Bin Arqam menuturkan, suatu ketika Abu bakar, R.A meminta air minum. Diberikanlah padanya sebuah wadah berisi air dan madu.ketika air tersebut hampir menyentuh mulutnya ia menangis. Orang-orang disekitarnya pun ikut menangis. Lalu ia diam, begitu juga yang lainnya. Kemudian ia menangis lagi, sehingga yang lain mengira tidak bisa bertanya padanya.lalu Ia pun mengusap wajahnya dan Ia pun sadar.Sahabat yang lain pun berkata, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?”

Ia pun menjawab, “Pernah aku bersama nabi dan Ia menolak sesuatu darinya, sembari berkata, “Enyahlah engkau dariku! Enyahlah engkau dariku!’ Aku tidak melihat seorang pun bersamanya saat itu. Akupun berkata, “Wahai Rasulullah S.A.W aku melihat engkau menolak sesuatu tapi aku tidak melihat seorang pun bersamamu?.

” Rosulullah berkata, “Ia adalah dunia yang menyerupai kemegahannya dihadapanku.” Maka aku katakan padanya, “Enyahlah engkau dariku! Maka Ia pun menyingkir dariku dan berkata, “Demi Allah jika memang engkau berhasil berpaling dariku, tidak akan berpaling dariku ummat setelahmu!!.

Abu bakar berkata, “Aku takut dunia itu telah menghampiriku.Itulah yang membuatku menangis.” (lihat Al-hilyah,1/30)

(Halaman 80 Airmata orang2 Shalih)

Air mata bilal bin Rabah R.A, sang muadzin Rosul

Bilal adalah muadzin Rasulullah S.A.W. Sebelumnya dia adalah seorang budak yang disiksa Umayyah majikannya dengan batu terpanggang panas agar kembali ke agamanya. Namun Bilal R.a terus mengucapkan, ”Ahad! Ahad!(Allah Yang Maha Satu).”

Hingga pada suatu hari, Abu Bakar Ass-Shiddiq R.a mendatangi padang pasir saat mereka sedang menghajar dan menyiksanya. Dengan suara lantang ia pun berseru, apakah kalian hendak membunuh orang yang mengatakan bahwa Rabbku Allah?!.

Abu bakarpun meminta Umayyah menjual Bilal padanya, setelah Abu bakar membayarnya dengan melpatgandakan harga yang ditawarkan pada Umayyah . Abu Bakar R.a memerdekakannya.

Pasca Hijrah Rosulullah SAW ke Madinah, Rosulullah mensyariatkan Adzan sebagai panggilan untuk melaksanakan shalat, jatuhlah pilihan atas Bilal sebagai muadzin pertama untuk panggilan shalat. Ini adalah pilihan Rosulullah. Bergegaslah Bilal mengumandangkannya dengan suara yang tinggi dan panjang. Nafasnya dipenuhi nada keimanan yang dalam serta keteguhan hati yang sangat dapat dirasakan, ”Allahu Akbar!.. Allahu Akbar!.”

Dalam penaklukan kota mekah (Futuh Makkah) Bilal turut mendampingi Rosulullah SAW. Telah datang kebenaran dan runtuhlah kebatilan. Ia menyaksikan berbagai peristiwa bersama Rosulullah SAW, mengumandangkan Adzan untuk menegakkan shalat dan memperjuangkan syiar agama yang agung ini. Karena itu wajar jika Rosullullah menyebutnya sebagai penghuni syurga. Ketika Rosulullah wafat, bangkitlah Abu Bakar Ash-Shiddiq R.a. Sebagai sahabat Rosulullah dan sebagai khalifah kaum Muslimin. Lalu datanglah Bilal padanya dan berkata, Wahai khalifah Rosulullah! Sungguh aku telah mendengar Rosullullah bersabda, ”Sebaik – baik perbuatan seorang Mukmin adalah berjihad dijalan Allah”. Abu Bakar bertanya pada Bilal, ”Apa yang Anda iginkan wahai Bilal!?.” Bilal menjaawab, ”Aku ingin mengikat diriku dijalan Allah hingga mati.”

Abu bakar balik bertanya, ”Lalu siapa yang akan mengumandangkan adzan untuk kami?”

Bilal berkata sambil berlinang air mata, ”Sesungguhnya aku tidak akan mengumadangkan Adzan untuk siapapun setelah Rosulullah SAW.” Abu Bakar berkata, ”Tetaplah Anda berada bersama kami dan mengumanadngkan Adzan wahai Bilal!”

Bilal bin Rabbah R.a berkata, ”Jika dulu anda memerdekakanku untuk menjadi milikmu, maka aku akan menuruti apa pun permintaan Anda. Tapi jika Anda memerdekakanku karena Allah, maka janganlah Anda menghalangiku. Dan aku sangat yakin bahwa Anda memerdekakanku karena Allah.” Abu Bakar Ash-Shiddiq R.a menukas, ”Sesungguhnya aku memerdekakanmu karena Allah wahai Bilal.”

Berangkatlah Bilal ke kota Syam dan menetap disana dengan ikrar sejatinya sebagai pejuang di jalan Allah. Diriwayatkan bahwa ia sesekali berziarah ke Madinah.Namun tidak pernah lagi terdengar kumandang Adzan Bilal R.a. Ia pun takdapat mengucapkan dalam Adzannya, ”Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah” (Aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah).Sebab, kalimat tersebut terasa berat baginya karena dirinya akan diliputi kenangan-kenangan masa lalu. Hal itu membuat suaranya teggelam dalam kesedihan yang amat dalam, tangisnya selalu megiringi kalimat itu.”

Terakir kali ia mengumandangkan aadzan adalah ketika Khalifah Ummar bin Khatab R.a mengunjungi Syam. Kaum Muslimin membujuk Ummar bin Khattab agar dapat menghadirkan Bilal bin Rabah dan mengumandangkan Adzan untuk mereka pada satu kali shalat saja. Amirul Mukminin pun memanggil Bilal. Ketika waktu shalat tiba, ia pun memohon padanya untuk mengumandangkan adzan sebagai panggilan seruan sholat. Bangkitlah Bilal untuk mengumadangkan adzan. Menangislah para sahabat yang dulu mengalami dan menyaksikan Rosulullah SAW. Ketika Bilal mengumandangkan Adzan, suasana dipenuhi isak tangis yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Bilal bin rabah meninggal di Syam bersama ikrarnya untuk berjuang di Jalan Allah seperti yang ia dambakan. Semoga Ridha Allah tercurah untuknya dan iapun ridha kepada Allah.
(Air mata orang2 Shalih hal :123-127