Kamis, 29 Mei 2008

Kisah-2 (Air mata Abu Darda R.a)

Abu Darda ra selalu berkata pada orang – orang di sekitarnya,”maukah kalian aku beritahukan tentang amal kalian yang paling baik, yang paling suci bagi Rabbmu, meninggalkan derajat kalian, dan lebih baik daripada dirham ataupun dinar?”
Mereka berebut bertanya, “Apakah itu, wahai Abu Darda?”
Ia menjawab, “Ingatlah Allah! Sungguh mengingat Allah adalah suatu kebesaran.”

Sejak Ia memeluk Islam dan iman tertanam kuat dalam hainya, ia selalu berada didekat Rosulullah SAW. Ia belajar dan berjuang bersama beliau sehingga pertolongan Allah menganugerahkan kemenangan. Ia bersimpuh dalam mihrab-mihrab hikmah (pensucian hati) dan berikrar bahwa hidupnya adalah untuk penyebaran hakikat dan keyakinan.

Ia teguh dalam keimananya. Nilai keimanannya meresap dalam berkeinginan, berpetunjuk dan kebesaran hati.Akhirnya ia mencapai tingkat kebenaran yang pasti.tingkatan orang – orang shalih. Ia pun bermunajat dengan menghadap Rabbnya seraya membaca ayat-Nya :

“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, matiku dan hidupku hanyalah untuk Allah Sang pemelihara semesta alam ini” (Al-An’am:162)

Abu Darda menceritakan tentang dirinya,“Aku masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Saat itu aku seorang pedagang, Aku ingin menyatukan antara ibadah dan perdagangan, namun aku tidak bisa menyatukannya.Maka aku tingalkan perdagangan menuju peribadatan. Yang menggembirakanku saat ini aku melakukan jual – beli dan menerima keuntungan tiap harinya sebanyak 300 dinar.Kalaupun tempat jual beliku berada di depan masjid sungguh aku tidak mengatakan pada kalian, “Sesungguhnya Allah mengharamkan jual – beli, ”Tapi aku lebih suka berada bersama orang – orang yang tidak terlalaikan oleh perdagangan juga tidak oleh jual beli dalam mengingat Allah.”




Ketika Qabrus (daerah kekuasaan Romawi) dikuasai oleh tentara Muslim maka harta rampasan perangpun dibawa ke Madinah, Orang – orang pun melihat Abu Darda menangis. Mereka mendekatinya dengan perasaan tercengang. Jubair bin Nafir sebagai juru bicara bertanya, “wahai Abu Darda’! Apa yang membuat anda menangis pada hari dimana Allah memuliakan islam dan penganutnya?!”

Abu Darda menjawab, Celakalah anda wahai jubair alangkah hinanya makhluk ini dihadapan Allah jika mereka meninggalkan perintah-Nya, padahal ia adalah ummat yang besar yang memiliki kerajaan. Mereka meninggalkan perintah Allah, maka jadilah seperti yang anda lihat.’

Dari peristiwa ini ia menjelaskan sebab – sebab keruntuhan negeri – negeri yang dikuasai oleh tentara islam. Dia sangat menghawatirkan hal itu dialami juga oleh kaum muslimin.

Para sahabat menjenguknya ketika ia sedang sakit. Mereka melihatnya berbaring diatas tikar yang terbuat dari kulit. Mereka berkata padanya, “kalau anda mau, kami berikan padamu tikar yang lebih baik dan nyaman.”ia menjawab,”Sesungguhnya beradaannya kita ada disana.Disitu kita dikumpulkan, padanya kita kembali, kita pergi menuju padanya, kita pindah kesana dan kita berbuat untuknya.”

Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan ra, Muawiyah ra menjabat sebagai gubernur Syam. Sesuai perintah khalifah, Abu Darda ditunjuk sebagai seorang hakim.Ketika itu Syam adalah kota yang berkembang pesat dengan segala keindahan dan kenikmatan.Abu Darda bertindak sebagai pengawas terhadap semua orang – orang yang dikelilingi gemerlap kehidupan dunia.Keberadaannya membuat penduduk kota Syam merasa tidak bebas karena nasihat – nasihatnya terhadap segala harta dan gaya hidup mereka.Suatu ketika Abu Darda’mengumpulkan mereka dan berdiri berkhutbah, “Wahai penduduk kota Syam! Kalian adalah saudara seagama dan tetangga dimana kami tinggal. Kalian adalah penolong kami dari bahaya musuh, tapi aku melihat kalian seolah tidak merasa malu. Kalian tumpuk sesuatu yang tidak kalian makan. Kalian bangun sesuatu yang tidak kalian huni. Kalian mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin kalian capai. Sesungguhnya bangsa – bangsa di masa sebelum kalian, biasa menumpuk – numpuk harta. Ketika diperingatkan, mereka malah berangan – angan sehingga membuat mereka seolah akan hidup lama. Mereka membangun bangunan hingga meereka merasa aman, tetapi apa yang mereka kumpulkan ternyata hanya kehancuran . Angan – angan mereka adalah kelalaian. Rumah- rumah mereka hanyalah kuburan. Mereka itulah kaum ‘Ad. Mereka penuhi seluruh penjuru wilayah antara Adden dan Amman dengan harta benda melimpah dan anak – anak . “Dengan nada menyindir ia berkata, “lalu siapakah yang mau membeli peninggalan kaum ‘Ad hanya dengan dua dirham saja?!.”

Abu Darda’ ra selalu memuliakan dan menghormati ulama dengan penghormatan yang tinggi. Ia berdoa pada Rabbnya dan berkata, “Ya Allah ! Aku berlindung padamu dari hati para ulama yang melaknatiku.”

Seorang bertanya, “Bagaimana hati mereka melaknatimu.” Ia menjawab, “Yaitu ketika kalian membenciku.”

Demikianlah Abu Darda’ r.a.Seorang Zahid yang meninggalkan kesenangan dunia menuju kesenangan akhirat. Seorang ahli ibadah dan pemohon taubat.Bila orang memujinya dengan ketakwaannya dan meminta darinya do’a maka ia menjawab dengan penuh rendah hati. “Aku tidak mampu berenang dengan baik maka aku takut tenggelam.”

Dengan semua keutamaannya, ia tidak mampu berenang dengan baik?!, menakjubkan ia adalah hasil didikan Rasulullah SAW, murid Al-Qur’an, putra Islam yang pertama, bersahabat dengan Abu bakar Asshidiq, Al – Faruq Umar bin Al-Khathab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radiallahuanhuma.
------------------------------*****---------------------******---------------------

Tidak ada komentar: